1.
Pendahuluan
Bangsa
Indonesia adalah bangsa besar, bangsa yang berdiri di atas dasar-dasar
kemasyarakatan yang kaya dan majemuk, baik dari sisi etnis, agama, ras, dan
bahasa, adat istiadat maupun kebudayaan. Kemajemukan itu merupakan kenyataan
sosiologis dan kultural yang tidak mungkin ditolak, karena ia menjadi ciri
paling khas dari eksistensibangsa Indonesia yang telah berakar dalam sejarah
masyarakat.
Dinamapun kenyataan
pluralisme memang menghadirkan wajah ganda. Satu sisi pluralisme atau
kemajemukan dapat menjadi sumber kerawanan nasionalberupa disintegrasi bangsa
bahkan perpecahan. Pada sisi yang lain, kemajemukan bangsa adalah aset nasional
yang potensial bagi pengembangan kehidupan demokrasi bangsa dan pemantapan
persatuan nasional yang berlandaskan semangat persaudaraan yang otentik.[1]
Oleh karena itu eksistensi kemajemukan harus dipandang
secara optimis dalam kerangka menumbuhkembangkankehidupan berbangsa dan
bernegara yang lebih terbuka dan demokratis. Cara pandang yang optimis terhadap
masalah kemajemukan bangsa akan menegaskan dua hal: pertama, kesungguhan dan
konsistensi untuk menjaga eksistensi kemajemukan. Artinya kemajemukan sebagai
sebuah realitas tidak boleh dipaksakan menjadi seragam atau tunggal, melainkan
dibiarkan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan jatidiri masing-masing.
Kedua, kemajemukan itu harus dikelola secara tepat agar kondusif bagi
pengembangan tata kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih terbuka dan
demokratis.[2]
Dalam hubungan
antar umat beragama, trauma sejarah dan hambatan psikologis masih berkembang
dikalangan tokoh dan umat beragama sendiri, sehingga keberhasilan upaya
perdamaian pasca konflik seperti Malino di Poso dan Maluku tidak semudah
seperti yang diharapkan. Salah satu hambatan itu –yang sering kemudian secara
sengaja atau tidak sengaja menjadi konflik ideologis dan mempunyai dampak
politik –adalah masih berkembangnya pola pemahaman keagamaan yang bersifat harfiyyah,
tekstual, dan parsial dalam melihat eksistensi agama-agama lain. Misalnya,
banyak istilah dan idiom seperti jihad dan kafir dalam kitab keagamaan sering
dipakai menjustifikasi kepentingan identitas kelompok untuk bertahan dari atau
melawan kelompok lain sehingga terjadi "pemaksaan penafsiran".
Ayat-ayat al-Qur'an ditafsirkan secara terpisah, serta "dicabut" dari
konteks historis (asbab nuzul dan situasi sosio kultural) dan hubungan redaksi antar ayat
disekitarnya (munasabat al-ayat).
Padahal, penafsiran a-historis dan a-kontekstual mempermudah terjadinya
kontradiksi dalam memahami kitab suci seperti al-Qur'an.[3]
Oleh karena
hampir 80% penduduk Indonesia beragama Islam, maka tentulah umat islam mempunyai
peranan yang cukup signifikan dalam masalah pluralisme ataupun radikalisme
agama.
Setiap agama
mempunyai kitab suci yang dijadikan acuan dalam bersikap dan bertindak,
termasuk Islam yang menjadikan al-Qur'an dan al-Hadits sebagai pedoman hidup,
oleh karena kedua sumber ajaran tersebut menggunakan bahasa Arab, maka peran
pendidikan bahasa Arab dirasa sangat penting sebagai penghantar untuk memahami
secara tepat dan bijak tentang isi ajaran kedua sumber tersebut.
2.
Rumusan Masalah
Sesuai dengan
uraian pada pendahuluan diatas, maka penulis mencoba mengetengahkan
permasalahan yang berhubungan dengan moralitas bangsa dengan rumusan masalah
sebagai berikut:
“Apa peran
pendidikan bahasa Arab dalam pemahaman terhadap pluralisme dan radikalisme
agama di Indonesia?”
3.
Pembahasan
Islam and Arabic Language
are two different entities that could not be separated. The relations between the two could be likened as body and spirit.
Muslim concern to Arabic is one of the key factors that would strengthen Islam,
and hence Muslims' disregard to it would weaken Islam.
Bahasa Arab dan
agama Islam adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya ibarat ruh dan
jasad. Perhatian terhadap bahasa Arab merupakan salah satu faktor penguat bagi
agama Islam, dan ketidak pedulian terhadap bahasa Arab merupakan faktor yang
dapat memperlemah agama Islam.
إن اللغة العربية لغة مهمة عند المسلمين إذ أنها لغة
القرأن الكريم والأحاديث الشريفة . قال الله تعالى: (إنا أنزلناه قرأنا عربيا
لعلكم تعقلون) وقال: (كتاب فصلت
أياته فرأنا عربيا لقوم يعقلون) وقال أيضا: (وإنه لتنزيل رب العالمين نزل به الروح
الأمين على قلبك لتكون من المنذرين بلسان عربي مبين). فمع نزول القرأن باللغة
العربية إرتفع شأنها وزاد الإهتمام بها لخدمة الدين الإسلامي ولغرض فهم القرأن
الكريم المنزل بها.[4]
Bahasa Arab
merupakan bahasa yang sangat penting bagi umat Islam, hal ini dikarenakan bahasa
Arab adalah bahasa al-Qur'an dan al-Hadits. Dalam al-Qur'an Allah berfirman:(sesungguhnya
Aku Allah menurunkan al-Qur'an dengan bahasa Arab supaya kalian semua
berfikir), (kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab,
untuk kaum yang mengetahui), (dan sesungguhnya al-Qur'an ini diturunkan oleh
tuhan semesta alam, Dia dibawa turun oleh Arruhul Amin (jibril), kedalam
hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang diantara orang-orang yang
memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas). Oleh karena al-Qur'an
diturunkan dengan bahasa Arab, maka dirasa sangatlah penting guna memahami isi
kandungan al-Qur'an yang memang diturunkan menggunakan bahasa Arab.
Ketika kita
berbicara tentang agama, disitu terdapat dua pengertian penting yang terlebih
dahulu harus dijelaskan. Pertama, agama sebagai suatu doktrin dan ajaran yang
termuat dalam kitab-kitab suci, dan kedua, agama serbagai aktualisasi dari
doktrin tersebut yang terdapat dalam sejarah. Doktrin-doktrin agama bersifat
ideal. Ia menghendaki para pemeluknya untuk mengamalkan doktrin-doktrin
tersebutdalam bentuknya yang paling baik. Namun dalam kenyataannya, sering kali
pengamalan tersebut jauh dari bentuk ideal yang dikehendaki agama tersebut.
Karenanya, agama acapkali menampakkan diri sebagai sesuatu yang berwajah ganda,
dalam arti bahwa, wujud dari pengamalan ajaran suatu agama berbeda jauh dari
ajaran yang sebenarnya diinginkan oleh agama itu sendiri. Semua agama,
misalnya, menyerukan perdamaian, persatuan, dan persaudaraan. Tetapi pada
tataran pengamalan ia menampakkan diri sebagai kekuatan yang garang, beringas,
penyebar konflik, bahkan tak jarang menimbulkan peperangan. Wajah ganda
tersebut terlihat, pertama-tama dalam doktrin-doktrin agama itu sendiri; yakni
seruan menuju keselamatan yang dibarengi dengan kewajiban untuk mengajak orang
lain menuju keselamatan tersebut. Setiap agama memiliki kedua sisi tersebut,
dan dari sisi yang disebut terkemudian itulah lazimnya, konflik dan kekerasan
terjadi. Singkatnya, agama menjanjikan perdamaian dan menyerukan keselamatan,
tapi pada saat yang sama sering menebar kekerasan. Sesekali ia dapat merupakan
faktor pemersatu, dan pada kali lain ia dapat mencabik-cabik persatuan yang ia
anjurkan sendiri.[5]
Ternyata sejak
zaman dahulu umat memerlukan pemecahan. Selam berabad-abad sejarahinteraksi
antar umat beragama lebih banyak diwarnai oleh kecurigaan dan permusuhan dengan
dalih "demi mencapai ridho Tuhan dan demi menyebarkan kabar gembira yang
bersumber dari yang Maha Kuasa."
Fenomena ini kelihatannya
berlanjut sampai masa kini. Di Bosnia, umat-umat ortodoks, katolik, dan Islam
saling membunuh. Di Irlandia utara, umat katolik dan umat protestan saling
bermusuhan. Di Timur Tengah, ketiga cucu nabi Ibrahim –umat yahudi, kristen,
dan Islam- saling menggunakan bahasa kekerasan. Di Sudan, senjata adalah alat
komunikasi antara umat Islam dan umat kristen. Di Kashmir, pengikut agama hindu
dan umat Muhammad saling bersitegang. Di Srilanka, kaum budha dan kelompok
hindu bercakar-cakaran. Di Armenia-Azerbaijan, umat kristen dan umat Islam
saling berlomba untuk berkuasa dengan cara destruktif. Kesemuanya ini terjadi
di hadapan mata kita semua. Yang sangat menyayat hati adalahagama dijadikan
elemen utamadalam mesin penghancuran manusia –suatu kenyataan yang sangat
bertentangan dengan ajaran semua agama di atas permukaan bumi ini.
Untuk mencari
pemecahan atas segala sikap yang destruktif ini, banyak tawaran –teoritis
maupun praktis- dikemukakan oleh mereka yang peduli terhadap kerukunan antar
agama. Antara lain, dan yang paling keras gemanya adalah upaya untuk menciptakan
suasana dialog antar umat beragama. Sudah saatnya umat beragama meninggalkan
era monolog untuk berabjak kepada era dialog- meminjam istilah Leonard Swidler,
pendiri Journal Ecumenical Studies, dan Profesor pemikiran katolik di
Universitas Temple.
Dengan dialog,
umat beragama mempersiapkan diri untuk melakukan diskusi dengan umat agama lain
yang berbeda pandangan tentang kenyataan hidup. Dialog tersebut dimaksudkan
untuk saling mngenal dan saling menimba pengetahuan baru tentang agama mitra
dialog. Dialog tersebut dengan sendirinya akan memperkaya wawasan kedua pihak
dalam rangka mencari poersamaan-persamaan yang dapat dijadikan landasan hidup
rukun dalam suatu masyarakat.[6]
Menurut Prof.
Dr. Abdul Aziz Sachedina, guru besar studi agama di Universitas Virginia,
Pluralisme adalah "pondasi kehidupan bagi agama-agama" (ashl
al-hayat bayna al-adyan). Kita bisa melacak ayat-ayat al-Qur'an yang
mendukung pluralisme ini sebagai satu rahasia dari lautan rahasia Allah. Salah
satunya, jika Tuhanmu menghendaki maka kalian akan dijadikan umat satu.
Ternyata Allah tidak berkehendak untuk menyatukan umat manusia. Nah, keragaman
agama disini yang disinyalir ayat tadi merupakan rahasia dan kehendak Allah.
Dan p;uralisme sebagai dasar kehidupan semua agama mengajak kita membuka dan
memahami rahasia Allah itu. Keragaman agama sebagai rahasia Allah meliputi juga
agama-agama lain yang biasa disebut
"agama-agama ibrahim". Pluralisme sendiri mengakui adanya tradisi
iman dan keberagamaan yang berbeda antara satu agama dengan agama lainnya.
pengakuan
terhadap pluralisme agama dalam sebuah komunitas sosial menjanjikan
dikedepankannya prinsip inklusivitas (keterbukaan) –suatu prinsip yang
mengutamakan akomodasi dan bukan konflik- diantara mereka. Sebab, pada dasarnya
masing-masing agama mempunyai berbagai klaim kebenaran yang ingin ditegakkan
lurus, sedangkan realitas masyarakat yang ada terbukti heterogen secara
kultural dan religius. Oleh karena itu, inklusivitas menjadi penting sebagai
jalan menuju tumbuhnya kepekaan terhadap berbagai kemungkinan unik yang
bisamemperkaya usaha manusia dalam mencari kesejahteraan spiritual dan moral.
Realitas pluralitas yang dapat mendorong ke arah kerjasama dan keterbukaan itu,
secara jelas telah diserukan Allah dalam Q.S al-Hujurat ayat 14. Dalam ayat
itu, tercermin bahwa pluralitas adalah sebuah kebijakan Tuhan agar manusia
saling mengenal dan membuka diri untuk bekerja sama.[7]
Segi
sosial-historis persoalan kerukunan umat beragama adalah lebih sulit karena
menyangkut hal-hal yang mungkin sensitif. Kesulitannya adalah, banyak orang
berpendapat bahwa segi sosial-historis itu tidak perlu diperkatakan. Tapi, juga
sudah diisyaratkan , membiarkan hal itu terpendam akan menimbulkan bahayanya
sendiri, yaitu suatu bahaya yang biasa timbul oleh adanya opent up feelingso.
Tapi karena berbagai hambatan dan keterbatasan, saya hanya akan membatasi diri hanya
kepada tinjauan dari segi ajaran, jadi merupakan suatu pendekatan normatif.
Segi sosial-historis, jika kita ingin lebih dari pada sekedar mengangkat
(rahasia umum) dan bahkan mungkin hanya (desas-desus), menuntut penelitian yang
luas dan mendalam. Dan hal itu ada diluar kapasitas tulisan pendek ini.[8]
Mungkin karena
meluasnya tindakan kekerasan yang dilakukan oleh mereka yang menamakan dirinya
orang-orang yang memegang teguh ajaran agama, para pakar kemudian menganalisis
hubungan antaragama (ideologi) sebagai dipenuhi teror atau kekerasan.
Tidak sulit
untuk membuktikan hal ini apabila kita menelusuri fenomena kekerasan dalam
perjalanan sejarah kehidupan keagamaan. Lumuran darah para syuhada korban
tangan ekstrimis dari berbagai kelompok keagamaan telah mewarnai lembaran
sejarah. Pada masa formatif Islam, tiga dari empat khulafa'ur rasyidun (para
pemimpin penerus nabi Muhammad SAW.) terbunuh oleh tangan-tangan kelompok
ekstrimis. Khalifah keempat, sayyidina Ali bin Abi Thalib, dibunuh oleh
kelompok khawarij ekstrimis yang membenarkan tindakan kekerasan dalam mengubah status
quo. Sadar akan ekstrimitas pandangan keagamaan kelompok khawarij yang
merencanakan pembunuhan terhadap dirinya, dan didorong oleh kualitas takwanya
kepada Allah, sayyidina Ali sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, sempat
berpesan untuk berlaku adil terhadap pelaku pembunuhan tersebut.
Dalam dunia
kristen lumuran darah akibat ekstrimitas pemahaman keagamaanpun tidak kalah
banyaknya. Eksekusi yang dilancarkan mainstream kristen pada kelompoknya
yang berbeda pendapat dari skte lainnya yang lazim dinamakankaum sempalan (heretic)
juga mewarnai sejarahnya. Gelombang Krusada (perang salib) yang pertamakali
dikumandangkan oleh Sri Paus UrbanII pada abad 11 bukan saja melancarkan
kekerasan terhadap umat Yahudi dan Islam (yang dinilai musuh), kelompok Kristen
Ortodoks Timur pun ikut terbabat. Ini semua dilancarkan atasnama Isa a. s
pecinta damai dan penganjur kasih sayang.
Para pelaku
ekstrimis ini pada umumnya didorong oleh keyakinan keagamaan, bahwa apa yang
mereka lakukan adalah sejalan dengan perintah Tuhan yang tercantum dalam
teks-teks suci.[9]
Paham pluralisme
agama (dalam ilmu sosial) sesungguhnya merupakan kehendak Allah SWT. Dalam
Islam sendiri secara normatif mengakui hak dan keberadaan pengikut agama lain
(QS. 2:256, QS. 109:6). Secara otomatis inilah prinsip dasar doktrin Islam
mengenai pluralisme sebagai kehendak Allah SWT. Hingga sudah sewajarnya umat
islam menerima eksistensi pluralisme agama (dalam ilmu sosial) secara positif
sebagai sebuah aturan dan kehendak Allah SWT yang tidak bisa dihindari.
Pluralisme
adalah fakta sosial yang selalu ada dan telah menghidupi agama-agama. Walau
demikian, dalam menghadapi dan menanggapi kenyataan adanya berbagai agama yang
demikian pluralistik itu, agaknya setiap umat beragama tidaklah monolitik.
Mereka cenderung menempuh cara dan tanggapan yang berbeda-beda, yang jika
dikategorisasikan terbelah menjadi dua kelompok yang saling berhadap-hadapan.
Pertama, kelompok yang menolak secara mutlak gagasan
pluralisme agama. Mereka biasanya disebut sebagai kelompok eksklusivis. Dalam
memandang agama orang lain, kelompok ini seringkali menggunakan standar-standar
penilaian yang dibuatnya sendiri untuk memberikan vonis dan menghakimi agama
lain. Secara teologis, misalnya, mereka beranggapan bahwa hanya agamanyalah
yang paling otentik berasal dari Tuhan, sementara agama yang lain tak lebih
dari sebuah konstruksi manusia, atau mungkin juga berasal dari Tuhan tapi telah
mengalami perombakan dan pemalsuan oleh umatnya sendiri. Mereka memiliki
kecenderungan membenarkan agamanya, sambil menyalahkan yang lain. Memuji agamanya
sendiri seraya mengejek agama lain. Agama orang lain dipandang bukan sebagai
jalan keselamatan paripurna. Mereka mendasarkan pandangan-pandangannya itu pada
sejumlah ayat di dalam al-Qur'an. Misalnya, QS. Ali Imran: 85, 19, QS.
Al-Maidah: 3, QS. An-Nisa':144.
Kedua, kelompok yang menerima pluralisme agama sebagai
kenyataan yang tak terhindarkan. Kelompok ini biasanya berpandangan bahwa agama
semua nabi adalah satu. Mereka menganut pendangan tentang adanya titik-titik
persamaan sebagai benang merah yang mempersambungkan seluruh ketentuan
doktrinal yang dibawa oleh setiap nabi. Bagi kelompok kedua ini cukup jelas
bahwa yang membedakan ajaran masing-masing adalah dimensi-dimensi yang bersifat
teknis-oprasional buakn substansial-esensial, seperti tentang mekanisme atau
tatacara ritus peridbadatan dan sebagainya. Terdapat ayat yang menjadi menu
favorit dikalangan kelompok kedua ini. Misalnya, QS. Alkafirun: 6, QS.
Al-Baqarah: 256, QS. Al-Maidah: 69, QS. Al-An'am: 108.
Karenanya dalam
menyikapi dua kelompok yang berbeda pendapat di atas, kiranya diperlukan
kearifan dalam melakukan pembacaan (penafsiran) terhadap teks-teks
al-Qur'an. Sehingga klaim-klaim
kebenaran tidak hanya dimonopoli kelompok-kelompok tertentu.[10]
Di bumi
Indonesia, apa yang diharapkan dari pemuka agama tidak lain adalah mencegah
timbulnya penafsiran-penafsiran keagamaan yang dapat mengacu ke arah
radikalisme dan kekerasan. Dalam lingkungan Islam, di atas pundak pemuka agama
terletak kewajiban untuk mensosialisasikan konsep moderasi yang menghindari
sikap ekstrim atau berlebihan dalam kedua sisinya, guna menciptakan masyarakat
penengah dan adil, atau dalam bahasa al-Qur'an ummatan wasathan (QS 2:
143).[11]
Tanggung jawab
bukan hanya di atas pundak para pemuka agama, akan tetapi juga pada para generasi
penerus agar dapat memahami dan menafsirkan al-Qur'an dengan lebih bijak dan
arif, tanpa menafikan sisi historis (asbabun nuzul) dari al-Qur'an juga sisi
historis (asbabul wurud) dari hadits yang akan digunakan sebagai pedoman.
Untuk mencapai
kesemuanya itu, pendidikan bahasa Arab sangatlah berperan penting, yaitu
sebagai kunci pembuka pintu wawasan dalam memahami dan menafsirkan ayat-ayat
al-Qur'an serta hadits-hadits Nabi. Dengan pendidikan bahasa Arablah, kita
dapat memahami ilmu-ilmu yang mendukung untuk memahami dan menafsirkan
al-Qur'an serta hadits. Karena dalam pendidikan bahasa Arab terdapat
maharat-maharat yang dapat menunjang generasi penerus untuk mempelajari
ilmu-ilmu penunjang dalam menafsirkan al-Qur'an dan memahami hadits, sehingga dapat
lebih bijak dan arif.
4.
Kesimpulan
Pendidikan
bahasa Arab mempunyai peranan yang sangat penting guna mencetak
generasi-generasi yang dapat memahami pluralisme yang memang tidak terelakkan
dalam kehidupan sosial-keagamaan. Karena dengan pendidikan bahasa Arablah, kita
dapat membuka cakrawala wawasan pemahaman al-Qur'an dan hadits, sehingga dalam
memahami dan mensikapi pluralisme agama tidak berlebihan, dalam artian tidak
terlalu ekstrim menolak adanya pluralisme agama (radikalisme, eksklusivisme)
dan juga tidak memahami secara bebas sebebas-bebasnya sehingga mengakibatkan nihilisme,
free value.
5.
Daftar Pustaka
Ahmad Fathani, dkk, Berguru Kepada Bapak Bangsa, PP
Gerakan Pemuda Ansor, Jakarta, 1999
Alwi Shihab, Islam Inklusif, Mizan, Bandung, 1999
Fauzan al-Ansori, Melawan Konspirasi JIL, Pustaka al-Furqan, Jakarta, 2003
Faisal Isma'il dkk, Aljami'ah Jurnal of Islamic
Studies, IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
Moh. Shofan, Jalan Ketiga Pemikiran Islam, IRciSoD,
Jogjakarta, 2006
2 komentar:
Terima kasih banyak Aky Ternyata Angka jitu hasil Ritual KI JAYA Yang saya minta ternyata Tembus SINGAPUR 4D RABU 2 APRIL 2014 DENGAN ANGKA 4792 Puji TUHAN SAYA mendapatkan kemenangan 750 juta. Sampai-sampai saya mengeluarkan Air mata, SAYA sangat terharu, bahagia dan bersyukur kpd TUHAN Yang Maha Esa. Skrng SAYA sudah memiliki modal untk buka usaha sendiri dan sdh membeli Rumah dan yg paling utama SAYA tdk Terlilit Utang lagi sewaktu SAYA menjadi pegawai pabrik. Jgn pikirkan lagi, langsung hub "KI JAYA" Di (((085-321-606-847_))) Terimakasih banyak Aky Semoga TUHAN membalas kebaikan Anda Jangan Lupa Mampir Di blog Ki jaya [⌣»̶•̵̭̌✽̤̈•̵̭̌☀̤̈>>KLIK*DISINI<<☀̤̣̈̇•̵̭̌✽̤̈•̵̭̌«̶⌣]
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل
Posting Komentar